ILMU RIJAL
Al- HADITS
A.
PENGERTIAN
Ilmu Rijaalul Hadits adalah :
علم يعرف به رواة الحديث
من حيث انهم رواة للحديث
“Ilmu Untuk mengetahui para perawi hadis
dalam kapasitasnya sebagai perawi hadis”
Ilmu Rijaalul-Hadiits,
dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah
ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya,
wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air
mereka, dan yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan
keadaan mereka.
Pertama kali orang yang sibuk
memperkenalkan ilmu ini secara ringkas adalah Al-Bukhari (w.230 H) kemudian
Muhammad bin sa’ad (w.230 H) dalam Thabaqatnya. Kemudian berikutnya Izzuddin
Bin al-Atsir(w.630 H) menulis Usud Al-Ghabah Fi Asma Ash-Shahabah, Ibnu hajar
Al-asqalani (w.852 H) yang menulis Al-Ishabah Fi Tamyiz Ash-shahabah kemudian
diringkas oleh as-suyuthi(w.911 H ) dalam bukunya yang berjudul ‘ayn
Al-Ishabah. Al-Wafayat karya Zabir Muhammad bin Abdullah Ar-rubi (w.379 H).
B. MUNCULNYA ILMU RIJAALUL HADITS
a. Mulainya
penggunaan isnad
Penggunaan isnad ini sebenarnya
telah ada di masa sahabat Rasulullah Sawyaitu bermula dari sikap taharri
(kehati-hatian) mereka terhadap berita yang datang kepada mereka, sebagaimana
diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq dalam kisah nenek yang datang meminta
bagian warisan, kemudian kisah Umar bin Al Khaththab dalam peristiwa
isti’dzan (minta izinnya) Abu Musa, juga kisah tatsabbut (klarifikasi) Ali bin
Abi Thalib dimana beliau meminta bersumpah bagi orang yang menyampaikan
padanya hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam.
Imam Muslim meriwayatkan dengan
isnadnya dari Muhammad bin Sirin bahwasanya beliau berkata :
« لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ
عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا
رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ «
“Dahulu orang-orang tidak pernah menanyakan isnad, akan tetapi setelah terjadi fitnah maka dilihat hadits Ahli Sunnah lalu diterima dan dilihat haditsnya ahlil-bida’ lalu tidak diterima (ditolak)”
Ali ibnu Madini mengatakan bahwa
Muhammad bin Sirin adalah orang yang selalu melihat hadits dan memeriksa
isnadnya, kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih dahulu darinya.
b. Munculnya ilmu Rijal
Kemunculan ilmu Rijal merupakan buah
dari berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad serta banyaknya pertanyaan
tentangnya. Dan setiap maju zaman, maka makin banyak dan panjang jumlah perawi
dalam sanad. Maka perlu untuk menjelaskan keadaan perawi tersebut dan memisah-misahkannya,
apalagi dengan munculnya bid’ah-bid’ah dan hawa nafsu serta banyaknya pelaku
dan pengusungnya. Karena itu tumbuhlah ilmu Rijal yang merupakan suatu
keistimewaan ummat ini di hadapan ummat-ummat lainnya.
Akan tetapi kitab-kitab tentang ilmu
Rijal nanti muncul setelah pertengahan abad-2. Dan karya tulis ulama yang
pertama dalam hal ini adalah kitab At Tarikh yang ditulis oleh Al Laits bin
Sa’ad (wafat 175 H) dan kitab Tarikh yang disusun oleh Imam Abdullah bin
Mubarak (wafat 181 H). Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa Al Walid bin Muslim
(wafat 195 H) juga memiliki sebuah kitab Tarikh Ar Rijaal, lalu secara
berturut-turut muncul karya-karya tulis dalam ilmu ini, dimana sebelum masa
kodifikasi ini pembahasan tentang perawi hadits dan penjelasan hal ihwal mereka
hanya bersifat musyafahah(lisan), ditransfer sedemikian rupa oleh para ulama
dari masa ke masa.
C.
CABANG- CABANG ILMU RIJALUL HADITS
Para penyusun kitab-kitab dalam ilmu
Rijal pada masa-masa awal menempuh beberapa metode sehingga hal ini melahirkan
percabangan dalam ilmu rijal al hadits, diantaranya:
1. Kitab-kitab
tentang thabaqat ar Rijal melahirkan ilmu thobaqaat (tingkatan-tingkatan
rijal) yang mencakup 4 thabaqat (sahabat, taabi’un, atbaa’ut tabi’in dan
taba’ul atba’)
2. Kitab-kitab
Ma’rifah Ash Shohaabah melahirkan ilmu tentang ma’rifatush shohabah (pengenalan
tentang sahabat-sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wasallam)
3. Kitab-kitab
al jarh wat ta’dil melahirkan ilmu tentang al jarh wat ta’dil
Ilmu
Tawarikh Ar- Ruwah
Secara sederhana ilmu Tawarikh
Ar-Ruwah adalah :
هوالتقريف با
لوقت الذي تضبط با لاحوال من المواليد والوفيات والوقاءع وغيرها
Adalah
Ilmu yang mempelajari waktu yang membatasi keadaan kelahiran , wafat,
peristiwa/kejadian lainnya.
Ilmu tentang hal-ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, tanggal kapan mendengar dari gurunya, orang yang berguru kepadanya, kota kampung halamannya, perantauannya, keadaan masa tuanya dan semua yang berkaitan dengan per hadits
Atau dalam
pengertian lain Ilmu Tawarikh Ar- Ruwah adalah ilmu yang membahas tentang hal
keadaan para perawi hadits dan biografinya dari segi kelahiran dan wafat
mereka, siapa gurunya siapa muridnya atau kepada siapa mereka menyampaikan
periwayatan hadits, baik dari kalangan sahabat, tabi’ maupun tabi’ tabiin.
Tujuan Ilmu
ini adalah untuk mengetahui bersambung(muttasil) atau tidaknya sanad suatu
hadits. Maksud persaambungan sanad adalah petemuan langsung apakah perawi
berita itu bertemu langsung dengan gurunya atau pembawa berita ataukah tidak
atau hanya pengakuan saja. Semua itu dapat dideteksi melalui ilmu ini.
Muttasilnya sanad ini menjadi salah satu syarat kesahihan suatu hadits dari
segi sanad [Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama sangat
perhatian terhadap ilmu ini dengan tujuan mengetahui para perawi dan meneliti
keadaan mereka. Karena dari situlah mereka menimba ilmu agama. Muhammad bin
Sirin pernah mengatakan : "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka
lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu" (Muqaddimah Shahih Muslim).
Maka dengan ilmu Tarikh Rijaalil-
Hadiits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan sanad
(apakah sanadnya muttashil atau munqathi').]
Ketiga jenis kitab rijal ini pertama kali muncul di sekitar penghujung abad II H dan pertengahan abad III H, setelah itu menjadi banyak dan meluas.
Ketiga jenis kitab rijal ini pertama kali muncul di sekitar penghujung abad II H dan pertengahan abad III H, setelah itu menjadi banyak dan meluas.
1. Kitab-kitab
Tawarikh al Mudun (sejarah kota-kota/negeri-negeri), yang memuat biografi para
ruwaat (rijaalul hadits) pada suatu negeri/kota tertentu. Ilmu ini mulai muncul
pada paruh kedua dari abad III H
2. Kitab-kitab
Ma’rifatul Asmaa wa Tamyiizuha (pengenalan terhadap nama-nama perawi dan cara
membedakannya). Ilmu ini muncul agak belakangan dari yang lainnya, yaitu
setelah jumlah periwayat dari yang lainnya, yaitu setelah jumlah periwayat
hadits semakin banyak, dan nama kuniyah dan nasab mereka banyak yang serupa
sehingga dibutuhkan pembedaannya.
3. Kitab-kitab
biografi rijaal al hadits yang terdapat pada suatu kitab hadits atau beberapa
kitab hadits tertentu. Kitab-kitab ini muncul belakangan dan mulai meluas
setelah abad V H.
D. ILMU THABAQAT
Thabaqat
dalam istilah Muhadditsin adalah suatu kaum yang berdekatan dalam umur dan
isnad, atau dalam isnadnya saja, yang mana syuyukh (guru) dari seseorang adalah
syuyukh juga bagi yang lain atau mendekati syuyukhnya yang lain.
Asal mula pembagian perawi berdasarkan thabaqat adalah
dari tuntunan Islam sendiri, dimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Imran bin Hushain radhiyallohu anhu, bahwasanya Rasulullah Sawbersabda:
“Sebaik-baik ummatku yang ada di zamanku, kemudian yang datang sesudah mereka,
kemudian yang datang sesudah mereka…” Kata Imran radhiyallohu anhu, “Saya tidak
tahu apakah ia menyebut sesudah masanya dua masa atau tiga” (HR. Bukhari)
Ilmu ini telah muncul dan berkembang
di tangan para ulama hadits sejak abad ke-2 H. Ilmu ini tidak terbatas pada
pembagian ruwaat atas thabaqat berdasarkan perjumpaan mereka terhadap syuyukh,
tapi juga berkembang di kalangan muhadditsin kepada pembagian mereka
berdasarkan makna dan I’tibar yang lainnya seperti fadhl (keistimewaan) dan
sabiqah (kesenioran) sebagaimana dalam hal sahabat, atau hal (keadaan) dan
manzilah (kedudukan) seperti yang disebutkan oleh Abbas Ad Dauraqi (wafat 271
H), ada thabaqat fuqaha, thabaqat ruwaat, thabaqaat mufassirin dan seterusnya
Penyusunan kitab-kitab yang
berkaitan dengan ilmu ini terus berlanjut dan berkembang hingga akhir abad-9 H.
Bahkan muncul system pembagian thabaqat dalam bidang keilmuan yang lain.
Misalnya thabaqaat al qurra, thobaqaat al fuqahaa, thobaqaat ash shufiyah,
thobaqaat asy syu’ara dan sebagainya.
Imam As Sakhawi mengatakan, “Faidah
ilmu thabaqaat ini adalah keamanan dari bercampurnya al mutasyabihin (para
rijal hadits yang memiliki kesamaan); seperti yang sama namanya atau kuniyahnya
atau yang lain, kita dapat juga menelaah terjadinya tadlis secara jelas dan
menyingkap hakikat an’anah untuk mengetahui hadits yang mursal atau munqathi’
dan membedakannya dari yang musnad…”
E.
THABAQAT RUWAAT (RIJALUL ISNAD)
Ada empat thabaqat yang pokok bagi
ruwaat/rijaalul (para perawi) hadits, yaitu : Thobaqah
Pertama : Sahabat
Ash-Shahabah merupakan jamak dari
Shahabi, dan Shahabi secara bahasa diambil dari kata Ash- Shuhbah, dan ini
digunakan atas setiap orang yang bershahabat dengan selainnya baik sedikit
maupun banyak
Dan Ash-Shahabi menurut para ahli hadits adalah setiap muslim yang pernah melihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam meskipun tidak lama pershahabatannya dengan beliau dan meskipun tidak meriwayatkan dari beliau sedikitpun.
Imam Bukhari berkata dalam Shahihnya,"Barangsiapa yang pernah menemani Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam atau melihatnya di antara kaum muslimin, maka dia termasuk dari shahabat-shahabat beliau".
Ibnu Ash-Shalah berkata,"Telah
sampai kepada kami dari Abul- Mudlaffir As-Sam'ani Al-Marwazi, bahwasannya dia
berkata : Para ulama hadits menyebut istilah shahabat kepada setiap orang yang
telah meriwayatkan hadits atau satu kata dari beliau shallallaahu 'alaihi
wasalla, dan mereka memperluas hingga kepada orang yang pernah melihat beliau
meskipun hanya sekali, maka ia termasuk dari shahabat. Hal ini karena kemuliaan
kedudukan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, dan diberikanlah julukan shahabat
terhadap setiap orang yang pernah melihatnya".
Dan dinisbatkan kepada Imam para Tabi'in Sa'id bin Al-Musayyib perkataan : "Dapat dianggap sebagai shahabat bagi orang yang pernah tinggal bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam setahun atau dua tahun, dan ikut berperang bersamanya sekali atau dua kali peperangan". Ini yang dihikayatkan para ulama ushul- fiqh. Akan tetap Al-'Iraqi membantahnya,"Ini toadk benar dari Ibnul-Musayyib, karena Jarir bin Abdillah Al-Bajali termasuk dari shahabat, padahal dia masuk Islam pada tahun 10 Hijriyah. Para ulama juga menggolongkan sebagai shahabat orang yang belum pernah ikut perang bersama beliau, termasuk ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam wafat sedangkan orang itu masih kecil dan belum pernah duduk bersamanya".
Dan dinisbatkan kepada Imam para Tabi'in Sa'id bin Al-Musayyib perkataan : "Dapat dianggap sebagai shahabat bagi orang yang pernah tinggal bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam setahun atau dua tahun, dan ikut berperang bersamanya sekali atau dua kali peperangan". Ini yang dihikayatkan para ulama ushul- fiqh. Akan tetap Al-'Iraqi membantahnya,"Ini toadk benar dari Ibnul-Musayyib, karena Jarir bin Abdillah Al-Bajali termasuk dari shahabat, padahal dia masuk Islam pada tahun 10 Hijriyah. Para ulama juga menggolongkan sebagai shahabat orang yang belum pernah ikut perang bersama beliau, termasuk ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam wafat sedangkan orang itu masih kecil dan belum pernah duduk bersamanya".
Ibnu Hajar berkata,"Dan pendapat yang paling benar yang aku pegang, bahwasannya shahabat adalh seorang mukmin yang pernah berjumpa dengan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan mati dalam keadaan Islam, termasuk di dalamnya adalah orang yang pernah duduk bersama beliau baik lama atau sebentar, baik meriwayatkannya darinya atau tidak, dan orangyang pernah melihat beliau shallallaahu 'alaihi wasallam walaupun sekali dan belum pernah duduk dengannya, dan termasuk juga orang yang tidak melihat beliau shallallaahu 'alaihi wasallam karena ada halangan seperti buta"
(Lihat Shahih Al-Bukhari tentang kutamaan para
shahabat, Ulumul-Hadiits oleh Ibnu Shalah halaman 263 , Al-ba'itsul-Hatsits
halaman 179 , Al-Ishabah 1 /4 , Fathul-Mughits 4 /29 . dan Tadriibur-Rawi
halaman 396).
Thobaqah Kedua : At Taabi’un
Thobaqah Ketiga : Atbaa’ut Taabi’in
Thobaqah Keempat : Taba’ul Atbaa’
F. CARA MENGETAHUI SHAHABAT
1. Diketahui keadaan seseorang sebagai shahabat secara mutawatir.
2. Dengan ketenaran, meskipun belum sampai batasan mutawatir.
3. Riwayat dari seorang shahabat bahwa dia adalah shahabat.
4. Atau dengan mengkhabarkan dirinya bahwa dia adalah seorang shahabat.
Dan diperselisihkan mengenai siapa
yang pertama kali masuk Islam dari kalangan shahabat. Ada yang mengatakan Abu
Bakar Ash-Shiddiq. Ada juga yang mengatakan : Ali bin Abi Thalib. Pendapat lain
: Zaid bin Haritsah. Pendapat lain mengatakan : Khadijah binti Khuwailid. Ibnu
Hajar menyebutkan bahwa Khadijah adalah orangyang pertama membenarkan
pengutusan beliau shallallaahu 'alaihi wasallam secara mutlak.
Ke-'adalah-an Shahabat Menurut
Ahlus-Sunnah wal- Jama'ah, semua shahabat itu adalah 'adil, karena Allah ta'ala
telah memuji mereka dalam Al- Qur'an; dan As-Sunnah pun juga telah memuji
akhlaq dan perbuatan mereka, serta pengorbanan mereka kepada rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam baik harta dan jiwa mereka; hanya karena ingin
mendapatkan balasan dan pahala dari Allah ta'ala.
Adapun pertikaian yang terjadi sesudah beliau shallallaahu 'alaihi wasallam, ada diantaranya yang terjadi karena tidak disengaja seperti Perang Jamal. Dan ada pula yang terjadi karena ijtihad mereka seperti Perang Shiffin. Ijtihad bisa salah, bisa pula benar. Jika salah dimaafkan dan tetap mendapatkan pahala, dan jika benar maka akan mendapatkan dua pahala.
Dan di
antara shahabat yang banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam adalah Abu Hurairah, Abdullah bin 'Umar bin Al- Khaththab,
Anas bin Malik, 'Aisyah Ummul-Mukminin, 'Abdullah bin 'Abbas, Jabir bin
Abdillah Al- Anshari, dan Abu Sa'id Al-Khudry (Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-
Anshary).
Dan di antara mereka ada yang sedikit meriwayatkan, atau tidak meriwayatkan sedikitpun.
Shahabat yang paling terakhir meninggal adalah Abu Thufail 'Amir bin Watsilah Al-Laitsi, meinggal pada tahun 11 Hijriyyah di Makkah.
Dan di antara mereka ada yang sedikit meriwayatkan, atau tidak meriwayatkan sedikitpun.
Shahabat yang paling terakhir meninggal adalah Abu Thufail 'Amir bin Watsilah Al-Laitsi, meinggal pada tahun 11 Hijriyyah di Makkah.
G.
KITAB-KITAB
TERKENAL MENGENAI SHAHABAT
a. Kitab Ma'rifat Man Nazala minash-Shahabah
Sa'iral-Buldan, karya Imam Ali bin Abdillah Al- Madini (wafat tahun 234 H).
Kitab ini tidak sampai kepada kita.
b. Kitab Tarikh Ash-Shahabah, karya Muhammad bin
Isma'il Al- Bukhari (wafat tahun 245 H). Kitab ini juga tidak sampai kepada
kita.
c. Al-Isti'ab
fii Ma'rifaatil-Ashhaab, karya Abu 'Umar bin Yusuf bin Abdillah yang masyhur
dengan nama Ibnu 'Abdil-Barr Al-Qurthubi (wafat tahun 463 H). dan telah dicetak
berulang kali, di dalamnya terdapat 4.225 biografi shahabat pria maupun wanita.
d. Ushuudul-Ghabah fii Ma'rifati Ash-Shahabah,
karya 'Izzuddin Bul-Hasan Ali bin Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazari (wafat tahun
630 H), dicetak, di dalamnya terdapat.7554 biografi.
e. Tajrid
Asmaa' Ash-Shahabah, karya Al-Hafidh Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad
Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H), telah dicetak di India.
f. Al-Ishaabah
fii Tamyiizi Ash- Shahaabah, karya Syaikhul-Islam Al-Imam Al-Hafidh Syihabuddin
Ahmad bin Ali Al-Kinani, yang masyhur dengan nama Ibnu Hajar Al-'Asqalani
(wafat tahun 852 H). Dan dia adalah orang yang paling banyak melalukan
pengumpulan dan penulisan. Jumlah kumpulan biografi yang terdapat dalam Al-
Ishaabah adalah 122.798 , termasuk dengan pengulangan, karena ada perbedaan
pada nama shahabat atau ketenarannya dengan kunyah- nya, gelar, atau
semacamnya; dan termasuk pula mereka yang disebut shahabat, namun ternyata
bukan.
H.
MADAARISUL
‘ILM AL UULA (Madrasah
ilmu yang pertama kali muncul)
Madrasah-madrasah awal :
1. Madrasah Madinah Nabawiyyah
2. Madrasah Makkah
3. Madrasah Kufah
4. Madrasah Bashrah
5. Madrasah Syam
6. Madrasah Mesir
7. Madrasah Khurasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar